Syekh Yusuf Al-Makassari
kompleks makam Syekh Yusuf
Riwayat
hidup
Syekh
Yusuf lahir di Moncong Loe, Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626
yang bertepatan dengan 8 Syawal 1036. Nama aslinya, Muhammad Hadiyatullah Taj
Al-Khalawati Al-Bantani. Di kota kelahirannya ia dikenal dengan gelar “Tuanta Salamaka” (tuan kita yang selamat
dan mendapat berkah).
Menurut
lontarak Makassar, ibu Syekh Yusuf bernama I Tubiana Daeng Kunjung, adalah
putri kepala desa Moncong Loe. Dari garis keturunan ibunya ia masih saudara
raja-raja Gowa, Karaeng Bisei (1674-1677) dan Sultan Abdul Jalil (1677-1709).
Ayah Syekh Yusuf, tidak dapat diketahui dengan pasti, karena itu menimbulkan
banyak versi. Ince Nuruddin dalam tulisannya yang berjudul “Ruway’na Tuanta
Salamaka Syekh Yusuf “ menyebutkan, ayah Syekh Yusuf adalah Nabi Khaidir.
Sementara Abu Hamid dalam bukunya yang berjudul “Syekh Yusuf Seorang Ulama,
Sufi, dan Pejuang” pada tahun 1994 menyatakan bahwa ayah Syekh Yusuf adalah I
Mangnga’rangngi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tumenanga ri Gaukanna.
Sejak
kecil, Syekh Yusuf sudah menampakkan kecintaannya kepada pengetahuan
keislamannya, sehingga dalam waktu yang relatif singkat ia berhasil menamatkan
Al-Qur’an 30 Juz. Kemudian ia belajar ilmu Nahwu Sharaf, mantiq, gaya bahasa
serta balagh. Dengan menguasai ilmu alat ia mampu mempelajari kitab-kitab fiqh,
tafsir, hadis, dan tasawuf.
Dalam
memperdalam ilmu agama, Syekh Yusuf pun berangkat ke Mekkah sekaligus
menunaikan ibadah Haji. Pada tanggal 22 September 1645 Syekh Yusuf menumpangi
kapal dagang Portugis dan meninggalkan pelabuhan Tallo (Makassar) menuju
Mekkah. Dalam perjalanannya ia sempat singgah di Banten dan berkenalan dengan
putra mahkota kerajaan Banten. Dari Banten ia melanjutkan perjalannya ke Aceh
dan bertemu dengan Syekh Nuruddin ar-Raniri. Melalui Syekh ar-Raniri, ia
mempelajari tarekat Qadiriyah dan berhasil memperoleh ijazah. Kemudian
melanjukan perjalanannya ke Yaman. Disana ia menemui Syekh Abdul Baqi’ dan
menerima tarekat Naqsyabandiah. di Zubaid (Yaman) ia juga menerima ijazah
Tarekat as-Sa’adat al-Ba’lawiyah dari Syekh Ali. Dari Yaman Syekh Yusuf
bertolak ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Kemudian ia berangkat ke
Madinah untuk menambah ilmunya. Disini ia memperoleh ijazah tarekat Syattariyah
dari Syekh Burhanuddin al-Millah bin Syekh Ibrahim bin Husein bin Syihibbun
al-Khurdi al-Madani. Selanjutnya ia berangkat ke Syam, Suriah dan berguru
kepada Syekh Abu al-Barakah Ayyub bin Ahmad al-khalwati al-Quraisy, imam Masjid
Syekh al-Akbar Muhiydin bin Arabi. Ulama inilah ang memberikannya gelar Syekh
Yusuf Taj al-Khalwati Hadiyahullah.
Dalam
perjalannya dalam menunaikan Haji mendapatkan pengalaman dan ilmu yang berlipat
ganda melalui beberapa guru terkenal sehingga tidaklah mengherankan jika
sepulangnya ke Nusantara Syekh Yusuf memberi kontribusi besar bagi pengembangan
dakwah Islam dan intelektual di Nusantara.
Syekh
Yusuf mempunyai peran yang cukup besar dalam melanjutkan proses Islamisasi di
Sulawesi Selatan yang telah dirintis
sebelumnya oleh tiga ulama Minangkabau yakni, Abdul Makmr Khatib tunggal
bergelar Datuk Ri Bandang, Sulaiman Khatib Sulung bergelar Datuk Ri Patimang,
dan Abdul Jawad Khatib Bungsu yang bergelar Datuk Ri Tiro. Disamping itu, Syekh
Yusuf juga berjasa dalam memperluaskan dan mengembangkan agama Islam di Banten,
Sri Langka, dan Afrika Selatan. Selama menetap di Banten ia giat berdakwah dan
mengajarkan ilmu agama Islam. Murid-muridnya adalah Sultan, keluarga raja, dan
rakyat Banten. Dan tidak sedikit pula para pelaut Bugis dan Makassar yang
tinggal disekitar Banten dan Batavia juga berguru kepadanya.
Syekh
Yusuf juga diangkat oleh Sultan Tirtayasa sebagai Panglima Perang. Dan Syekh
Yusuf pernah ditangkap dan bersama istrinya dibaw ke Batavia, kemudian ditahan
di benteng. Pada tanggal 12 September ia dibuang oleh kompeni Belanda di
Ceylon, Sri Langka bersama 45 pengikutnya, kemudian pada tanggal 7 Juli 1693
dipindakna ke Camp de Goede Hoop (Tanjung Harapan), tanjung paling selatan
benua Afrika. Disinilah ia wafat dan dimakamkan. Akan tetpai, atas permintaan
Sultan Abdul jalil kepada pemerintah Kolonial setelah enam tahun dikuburkan di
Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Kuburannya dikenal dengan nama Kobbang (kubah) oleh masyarakat Sulawesi
Selatan.
Makam Syekh Yusuf dan istri
Sumber:
Samsinas
(Dosen Jurusan Dakwah STAIN Datokarama Palu) dalam tulisannya “Syekh Yusuf
Al-Makassari: Studi Sejarah Dakwah dan Intelektual di Indonesia”
Zana
Hashida Ma’tsaroh dalam tulisannya “Peranan Syaikh Yusuf Al-Makassari Dalam
Perjuangan Melawan Belanda di Banten Tahun 1670-1683”
Lanjut terus cess
ReplyDeletesiap kawan
Delete