Stratifikasi sosial di Tana Sulawesi Selatan




Stratifikasi sosial di Tana Sulawesi Selatan


Pelapisan masyarakat (Stratifikasi) biasanya dianggap sangat penting untuk dipergunakan dalam mencari latar belakang pandangan hidup, watak, dan sifat-sifat seseorang dalam berkehidupan sehari-hari. Menurut H.J Friedericy (1933), menjelaskan pelapisan masyarakat di Kerajaan Gowa sama saja yang berlaku dalam pelapisan masyarakat di seluruh suku di Sulawesi Selatan (Bugis, Mandar, dan Tator) sebagaiman yang dikutib oleh Mattulada pada dasarnya dibagi dalam tiga kelompok utama, yakni:

a.  Golongan Bangsawan (Karaeng, Puang, Datu, Arung)

Pada golongan ini dibagi menjadi 2 kelompok yang terdiri atas anggota keluarga raja dan kelompok yang terdiri atas bukan keturunan raja, yang mencakup para kepala-kepala daerah di bawah raja. Kelompok ini kembali dibagi dalam keturunan bangsawan tinggi dan rendah, dan kembali dipisahkan pada bangsawan lapisan bawah dan terbawah.
Keturunan raja, kelompok kerabat raja, ana-karaeng (Puang, Datu, atau Arung) yang dibagi lagi dalam empat kelompok: kelompok ana’-ti’no atau anak yang merupakan keturunan asli dari raja,  kelompok ana’-sipuwe atau anak yang berdarah setengah bangsawan, kelompok ana’-cera’ atau anak kandung (dari budak wanita) dan kelompok ana’-karaengsala atau bukan anak raja yang benar-benar.

b.  Golongan Tumaradeka- Tubaji
Kelompok kedua ini yang dimaksud, yakni golongan tau-maradeka (orang yang bebas), dapat dibagi dalam tau-baji, orang yang memiliki harta yang banyak (orang kaya raya) atau terhormat dalam masyarakat, dan tau samara, warga biasa atau kecil. Kelompok ini adalah kelompok yang terbanyak dalam masyarakat dibanding dengan dua golongan sebelumnya. 

c. Golongan ata’
Kelompok ketiga, yakni budak atau ata’ dibagi dalam dua kelompok, yakni:
1.      Ata’ sossorang adalah budak yang memiliki hak warisan, yang disebut juga dengan ata’ pusaka
2.      Ata’ nibuang adalah budak baru, budak yang dituduh atau dibuang, mereka menjadi budak karena beberapa hal, diantaranya karena peperangan, kelompok yang kalah peperangan biasanya menjadi tawanan dan kemudian menjadi budak.

Seseorang dapat menempati kedudukan sosial yang lebih tinggi, selain diperoleh dengan keturunan biologis yang disebut Kalabbirang, juga diperoleh pula melalui prestasi atau keunggulan pribadi yang menempatkannya dalam posisi sosial yang lebih tinggi, yaitu:
  • Kepandaian, seseorang yang memiliki kepandaian atau kebijaksanaan, biasanya akan menempati kedudukan sosial yang terpandang dalam masyarakat. Seperti ulama yang disebut dengan panrita, anrong guru, atau guru dalam berbagai disiplin ilmu.
  •  Keberanian, seseorang yang memiliki keberanian yang menonjol dalam artian kemampuan fisik dan mental, untuk mengerjakan pekerjaan yang mengandung resiko berta seperti tewas atau terbuang dari perkumpulan. 
  • Kekayaan, seseorang yang memiliki keunggulan pribadi dalam berusaha, sehingga dapat mengumpulkan kekayaan untuk memperkerjakan banyak orang dan menghidupinya, sehingga memiliki peringkat kehidupan sosial yang terpandang.

Dari penjelasan diatas dapat kita melihat bahwa penentuan strata sosial dalam sistem sosial di tana Sulawesi Selatan dapat dilihat melalui keturunan dan dapat juga dinilai melalui keunggulan pribadi seseorang.

Comments