KONSEP TO-MANURUNG DI TANA SULAWESI SELATAN

KONSEP TO-MANURUNG DI TANA SULAWESI SELATAN

Dalam Sure' Galigo, dikisahkan bahwa ketika para pemimpin keturunan Langit-Pertiwi yang diperani oleh tokoh Legendaris Sawerigading bersama keluarganya kembali ke asalnya di Dunia-Bawah (Pertiwi), maka bumi ketiadaan penguasa. pada saat itu, kelompok-kelompok masyarakat (anang) bebas untuk saling menyerang, dalam istilah Sure' Galigo keadaan kehidupan kaum bagaikan "sianre-bale-ni-taue" (ikan yang saling memakan).

dalam keadaan ini mengakibatkan keadaan mencekam dan menakutkan, lahirlah konsep To-Manurung (Bugis) atau Tu-Manurung (Makassar). konsep ini seolah-olah menjadi kunci yang membuka peradaban baru bagi masyarakat yang terpecah-pecah pada saat itu, menuju tatanan yang baru. konsepsi kepemimpinan To-Manurung juga disusul oleh terbentuknya konsepsi kenegaraan dengan wilayah teritorial yang lebih luas dan meliputi sejumlah kelompok kaum yang mengikat perdamaian dan menyepakati dengan menerima kepemimpinan To-Manurung yang menjadi pemimpin tertinggi untuk mereka.

pada konsep ini masyarakat Sulawesi Selatan memahaminya bahwa To-Manurung merupakan manusia yang kirim dan turun dari langit dan ditugaskan untuk memerintah atau memimpin. kedatangan To-Manurung  digambarkan oleh masyarakat sebuah peristiwa yang luar biasa dimana sebelum datangnya To-Manurung diawali dengan tiupan angin dan gemuru petir yang memgelegar. dan pada saat kedatangannya To-Manurung, ia berpakaian serba putih dan kekuningan dan duduk di atas batu besar dengan dikawal oleh beberapa orang yang memayunginya, mengipas-ngipasnya, dan memegang tempat sirih. itulah penggambaran msyarakat Sulawesi Selatan 

Pada zaman kepemimpinan To-Manurung inilah Sulawesi Selatan mengalami perubahan perkembangan kemasyarakatan, kenegaraan, dan kepemimpinan bidang-bidang kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang mulai cenderung dengan fungsi dan peranannya. pada zaman itulah strata/pelapisan masyarakat terbentuk sebagai berikut:

1. Lapisan Arung/Anakarung, (Kaum bangsawan keturunan To-Manurung)
2. Lapisan To-Deceng atau Maradeka (orang kebnyakan keturunan kelompok Anang)
3. Ata, (lapisan kecil/tambahan yang terdiri atas mereka yang kalah perang, melanggar aturan adat dan menjual diri).

dalam sistem sosial Sulawesi Selatan, pelapisan msyarakat itu menunjukkan status yang erat dengan tanah(lahan). Arung dan Anakarung (bangsawan) keturunan To-Manurung ditempatkan pada status mulia, dihormati dan taati dalam batasan tertentu. Arung atau Anakarung sebagai lapisan yang dimuliakan dan dihormati, kepada mereka diberikan tanah/sawah/lahan untuk menghidupinya. itulah disebut tan-kalompoang, atau tana-arajang. adpun lapisan To-Deceng atau Maradeka, berasal dari kaum Anang yaitu warga asli. mereka merupakan kelompok pemilik tanah/lahan, dan pemilik Ade', yang memelihara hubungan-hubungan fungsional yang terdapat dalam masyarakat. status sosial, terlepas dari peranan-peranan fungsioanal masyarakat terdiri atas:

1. Ade'tomapparenta (pemimpin pemerintahan)
2.To-Panrita (Pemimpin kerohanian)
3.To-Acca (Cendikiawan)
4.To-Sugi' (Orang Kaya, Pengusaha)
5.To-Warani, Pakanna (Pemberani,Pahlawan)

pada zaman ini masyarakat Sulawesi Selatan sudah dapat menata kenegaraan mereka baik pada bidang politik, sosial, dan ekonomi mereka dengan mengacu pada konsep To-Manurung dalam menyelesaikan permasalahan pada masa Pra-To Manurung. To-Manurung di Tanah Sulawesi Selatan ada beberapa, yang nantinya merupakan terbentuknya beberapa kerajaan besar di Sulawesi Selatan seperti, Tumanurung Tana Luwu, To-Manurung Butta Gowa, To-Manurung Tana Bone, dan beberapa di kerajaan Sulawesi Selatan. 


Sumber Pustaka: Mattulada.1998. Sejarah, Masyarakat, dan kebudayaan Sulawesi Selatan. Hasanuddin University Press.




Comments

  1. Sumber sure la Galigo
    Hm...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iye Bu, kami ambil dari sumber Buku Almarhum Prof. Mattulada

      Delete

Post a Comment