Keterlambatan
masuknya agama Islam di Bugis Makassar
keadaan pelabuhan Makassar pada abad ke XVI
Berbicara masuknya agama Islam di tana Bugis
Makassar, ada fakta yang menarik yang dapat kita lihat, yakni awal mula
masuknya Islam agak terlambat dibandingkan dengan kawasan sekitarnya, seperti
Maluku, Kalimantan Selatan, dan pesisir utara Jawa, walaupun hubungan
perdagangan dengan pelabuhan-pelabuhan negeri Islam yang sudah terjalin lama. Jika
dilihat kembali sejarah perkembangan Islam di Nusantara, diketahui bahwa agama
Islam berkembang pesat di Malaka pada pertengahan abad Ke XV. Telah diketahui
bahwa Kerajaan Malaka sebagai Kerajaan Islam terbesar dan sebagai pusat
penyebar Islam terbesar di Asia Tenggara pada waktu itu. Namun pertnyaan yang
timbul yakni, Kerajaan Gowa sebagai Kerajaan yang memiliki pelabuhan terbesar
di Sulawesi yang tidak tersentuh dalam penyebaran itu. Menurut Pelras, orang
Bugis Makassar itu baru menerima agama Islam setelah berhubungan selama 120
tahn dan selama itu mereka menolak (Mappangara, 2003).
Adapun hal yang menyebabkan masyarakat Bugis
Makassar telambat menerima masuknya agama Islam, sebagaimana pendapat D.G.E.
Hall, menurutnya bahwa telambatnya peng-Islaman di Sulawesi Selatan disebabkan
taat-setia rakyat yang kuat terhadap adat dan keyakinan mereka. Kepercayaan dan
tradisi mereka memang berbeda dengan ajaran-ajaran Islam. Menerima Islam akan
berimplikasi pada perubahan budaya yang mendalam.
Menurut Suriadi Mappangara (2003) menyatakan, bahwa
pada saat pertama kali mengenal Islam para penguasa Sulawesi Selatan khawatir
bahwa menganut Islam akan membahayakan aturan sosial dan mengancam kekuasaan
mereka. Bahkan salh satu hal yang dianalisis untuk melihat mengapa Islam sulit
diterima penguasa-penguasa di Sulawesi Selatan adalah to Manurung (orang yang dianggap turun dari langit).
Para penguasa di tana Sulawesi Selatan mengklam
bahwa mereka mempunyai garis keturunan dengan dewa-dewa melalui to Manurung. Mitos ini berkaitan dengan
pandangan teologis bahwa dewata seuwae
melahirkan generasi sepasang dewa, yang melahirkan sejumlah dewata. Mitos ini
sangat kuat dikalangan masyarakat di Sulawesi Selatan, jadi tidak dapat
dipuungkiri bila agama Islam sangat sulit diterima di Sulawesi Selatan.
masjid tua Katangka
Namun, ketika agama Islam masuk di Sulawesi Selatan,
agama ini membawa perubahan sistem sosial masyarakat yang banyak berpengaruh
kepada pembentukan watak orang Bugis Makassar.
Norma-norma adat yang dimaksud yakni “panggadakkang/pangadereng” dilebur bersama-sama dengan norma-norma
agama yang disebut sara’, oleh
karenanya itulah pelanggran terhadap norma agama akhirnya identik dengan pelanggran
terhadap adat (Kadir,1978. Dalam Mappangara, 2003). Menurut Suriadi Mappangara
(2003), bahwa integrasi Islam kedalam adat-istiadat dan kehidupan masyarakat
menyebabkan sendi-sendi adat-istiadat dan kehidupan masyarakat menjadi sebagai
berikut: ade’, rapang, wari’, bicara, dan
sara’.
Sumber: Mappangara, Suriadi; Abbas, Irwan. 2003.
Sejarah Islam di Sulawesi Selatan. Biro KAPP Setda Provinsi Sulawesi Selatan
bekerjasama dengan Lamacca Press.
Sudah saatnya isi tulisannya didukung dengan hasil terbaru penelitian arkeologi Islam.
ReplyDeleteiye pak. klau bisa pak, boleh minta refrensi mengenai arkeologi islam di Sulawesi, pak?
Delete