TO-MANURUNG
TANA LUWU
Sesudah berselang
beberapa waktu lamanya, datanglah kembali menurun dari langit ke bumi, seorang To-Manurung bernama Simpuru’ siang,
saudara Lette Pareppa’, Simpuru’siang kawin dengan Patiyangjala, bergelar
ToppoE ri Busa Empong, ialah puteri Sawerigading dengan We Cudai, yang timbul
dari dunia bawah bumi (Pertiwi), melalui busa air laut. Dari perkawinan Simpuru’siang
dengan Patiyangjala, lahirlah Ana’kaji,
yang menjadicikal bakal datu-datu Tana Luwu’.
Versi To-Manurung di
Luwu ini, kelihatannya berusaha mendapatkan legitimasi kehadiran To-Manurung
dengan penguasa-penguasa langit, dan Sawerigading yang berada di dunia bawah
(Pertiwi). Gambaran ini jelas menunjukkan bahwa Luwu’ mempertahankan kelanjutan
tradisi yang diletakkan oleh Sawerigading, sehinngga mendapat pengukuhan dari
pimpinan kaum (Anang) yang dapat
menerima kehadiran Ana’kaji menjadi
pelanjut kepemimpinan Sawerigading di Tana Luwu. Karena itulah Datu Luwu
bergelar Payunge ri Luwu (Datu yang
memayungi Tana Luwu).
Segala sesuatu yang
menyangkut tata-kelakuan atau adat yang dilakukan oleh Sawerigading, diusahakan
pelanjutannya menjadi pola kelakuan orang Luwu’ terhadap Datu Luwu’ dan
sebaliknya. Salah satu karakteristik kepemimpinan Datu Luwu’ ialah kemampuannya
melindungi dan memelihara keluruhan Tana Luwu’ sebagai negeri tertua Bugis.
Sebagai payung Tana Luwu’, maka Datu Luwu’ tidak akan mengambil apa-apa dari
rakyatnya, kecuali yang diberikan untuk keperluan Tana Luwu’. Kabarnya,
seseorang yang akan dijadikan Datu Luwu’, terlebih dahulu diperiksa harta
kekayaannya. Ketika Datu Luwu’ itu selesai tugas kedatuannya, maka hartanya pun
harus dihitung kembali. Biasanya Datu Luwu’ yang berakhir masa tugssnya, tak
pernah memiliki harta lebih daripada yang dipunyainya sejak sebelum menjadi
Datu. Maka iapun dipandang sebagai Datu yang berhasil mempertahankan kemulianan
Tana Luwu’. Kaum bangsawan Tana Luwu’, kawin dengan kaum bangsawan keturunan To-Manurung di Bone dan Gowa yang juga
berhasrat mempertahankan kemuliaan warisan Sawerigading di negeri
masing-masing.
Struktur hubungan
antara keturunan To-Manurung dengan keturunan para pemimpin kaum Ananng, selaku pemangku adat, dan
pemilik asli tana/lahan tetap terpelihara dengan cermat. Kawin-mawin antara
mereka juga terjadi, untuk memelihara keserasian antara Tana Luwu’ dengan
negeri-negeri Palili’ (bawahan).
Itulah sebabnya menurut cerita rakyat, tidak ada Datu Luwu yang menyelesaikan
tugasnya dengan baik, memiliki harta yang banyak, melebihi harta aslinya.
Sumber Pustaka:
Mattulada.1998. Sejarah, Masyarakat, dan kebudayaan Sulawesi Selatan.
Hasanuddin University Press.
Comments
Post a Comment