TO-MANURUNG
TANA BONE
Sumber: https://bone.go.id
A. Zaman Pra
To-Manurung di Tana Bone
Sebelum
Kerajaan Bone terbentuk, telah ada kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk
sesuai hubungan kekerabatan antar mareka yaitu, satu keturunan(nenek moyang)
yang disebut dengan Wanua. Setiap Wanua
di pimpin oleh Matoa-Ulu-Anang. Ada
pun beberapa Wanua yang terbentuk di
Tana Bone seperti Wanua Cenrana,
Ujung, Ta’, Ponceng, Palakka, Macege,
Tibojong, Tanete ri Attang,
Tanete ri Awang, Cina, Salomeko,
Awangpone, Barebbo dan Lamuru.
Setiap
Wanua mengucilkan diri mereka dalam
wilayah territorial yang tertutup terhadap Wanua
lainnya (Mattulada, 1998). Walaupun setiap kelompok masyarakat di Tana
mempunyai pemimpinya, tapi ternyata antar Wanua
dengan Wanua lain, selalu muncul
pertikaian antar mereka yang permasalahannya tak berujung. Seperti yang
dikatakan oleh T. Hobbes, “Homo Homini
Lupus”, keadaan dunia manusia sebeleum adanya negeri, kacau balau adanya.
Sebagaimana yang di gambarkan oleh Lontara’, keadaan ini disebut Sianre-bale-taue (manusia saling terkam
menerkam seperti ikan).
Dengan
keadaan ini, masyarakat di wilayah Tana Bone sangat kacau balau, masyarakat
leluasa menyerang dan diserang dengan kelompok lain. Pada saat itu tidak ada
keadilan di Tana Bone, sehingga perlu
adanya seorang panutan untuk mengendalikan dan memberikan rasa aman di Tana
Bone untuk masyarakat Bone.
B. Kedatangan To-Manurung di Tana Bone
Kedatangan To-Manurung
di Tana Bone sangat dinantikan sebagai penanda kebebasan, kemerdekaan, dan
kesejahteraan untuk masyarakat Bone nantinya. Adanya To-Manurung bagaikan Pahlawan dan Juru Selamat di Tana Bone. Konsep
kepemimpinan To-Manurung di Bone, ialah
bahwa kedatangan To-Manurung itu
terutama bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum, melalui penggunaan dan
mobilisasi potensi alamiah manusia secara serasi untuk mencapai tujuan bersama
(Mattulada,1998)
Dalam
keadaan kacau balau yang terjadi di Tana Bone itu, muncullah To-Manurung sebgai panutan, pahlawan,
dan juru selamat untuk masyarakat di Tana Bone dan mengatasi kerisis
kepimimpinan yang terjadi setiap Matoa-Ulu-Anang.
Melalui perjanjian antara para Matoa-Ulu-Anang
dengan To-Manurung, disepakatilah
To-Manurung sebagai pemimpin
tertinggi dan panutan di Tana Bone.
Menurut
Mattulada kedatangan To-Manurung di
Tana Bone dilukiskan sangat dramatis dan terperinci dalam lontara’. Dikatakan…….bahwa pada suatu hari, ketika hujan deras
membasahi bumi; Guntur dan petir memekakkan telinga, dan kilat
sambung-menyambung,…..maka diketemukanlah To-Manurung
di Matajang. Setelah itu redahlah cuaca, dan terbit teranglah matahari yang
membawa kecerahan. To-Manurung ri
Matajang ini, seorang lelaki, dan digelar Matasilompo’e.
Menurut
cerita rakyatyang sudah tertuliskan dalam lontara’attoriolonna
to-Bone, antara lain diceritakan, bahwa sebelu To-Manurung ditemukan oleh para Matoa-Ulu-Anang,
yaitu:
1. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua
Ujung,
2. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua
Tibojong,
3. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua
Ta’,
4. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua
Tanete ri Attang,
5. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua Tanete
ri Awang,
6. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua
Ponceng, dan
7. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua
Macege
Mereka
berjumpa dengan seorang berpakaian serba putih. Mereka menyangka itulah To-Manurung yang diharapkan
kedatangannya. Terjadi interaksi kata yang menjelaskan bahwa orang yang
berpakaian serba putih itu, bukanlah To-Manurung.
Orang yang berpakaianserba putih itu, setuju mengantar para Matoa-Ulu-Anang yang tujuh orang itu,
kesebuah bukit di Matajang. Di puncak bukit dijumpailah duduk di atas sebuah batu
besar yang datar satu sosok manusia berpakaian kuning keemasan. Tiga sosok
manusia lainnya, berada di dekatnya. Seorang memayunginya dengan paying keemasan,
seorang lainnya mengipas-ngipasnya dengan kipas bulu kemilauan, dan soerang
lagi membawa puan tempat sirih pinang. Itulah To-Manurung sesungguhnya dalam pakaian kuning keemasan, dipayungi
dengan paying keemasan pula.
Antara
To-Manurung denagan para Matoa-Ulu-Anang,
terjadilah percakapan yang berisi “perjanjian” atau “Kesepakatan”, menerima
To-Manurung ri Matajang, menjadi
pemimpin mereka.
Kesepakatan
atau Perjanjian itu berbunyi sebagai berikut:
Berkata
To-Manurung:
“Teddu
nawa-nawao, (tidaklah engkau
berdua hati)
Temmabbalaccokko” (tidaklah engkau akan ingkar)
Menjawab
Matoa Ujung atas nama rekan-rekannya!
“Angikko
ki raukkaju, (Anginlah engkau,
kami daun kayu)
Riao’
miri’ ri-akkeng (kemana
engkau menghembus)
Mattappalireng (ke
sana kami terbawa)
Elo’nu
ri-kkeng (kehendakmu kepada kami)
Adammu
kua (titah mu
yang jadi)
Mattampakko
kilao (Engkau menyeruh,
kami pergi)
Millauko
kiabbere (Engkau
meminta, kami member)
Mollikko
kisawe (Engkau
memanggil, kami menyahut)
Mau’ni
anammeng (walaupun anak
kami)
Pattarommeng
(dan istri kami)
Rekkua
muteawai (apabila
Engkau tak menyukainya)
Ki-teai
toi-sa (kami
pun tak menyukainya)
Ia
kita ampirikkeng (akan
tetapi, tuntutlah kami)
Temmakare’ (kearah ketentraman)
Dongirikeng (Engkau menjaga
kami)
Temmatippe (menuju kemakmuran)
Musalipuri’kkeng (Engkau menyelimuti kami)
Temmacekke..! (agar kami tak kedinginan)
Berdasarkan
kesepakatan sebagai Pedoman Dasar, di
bentuklah Ikatan Tujuh Wanua, menjadi “Kawerrang Tana Bone” (Persekutuan Negeri
Bone) dibawah kepemimpinan To-Manurung
Matasilompo’e, sebagai Arumpone
(Raja Bone) Pertama. Baginda didampingi dalam Pemerintahan Tana Bone oleh tujuh
orang Matoa-Ulu-Anang dari tujuh Wanua. Yang disebut sebagai “Ade’ pitu’E” sebagai pemangku Adat Kawerrang Tana Bone, atau tujuh dewan
rakyat Tana Bone. To-Manurung
Matasilompo’e, mendapatkan seorang istri/permaisuri, juga seorang To-Manurung ri Toro, yang melahirkan
seorang putera dan lima orang puteri, yaitu La Umasa, We Pattanrawanua, We
Bolong-lela, We Tenri-ronrong, We Arattiga, dan We Tenri-solongeng.
C. Pemerintahan To-Manurung ri Matajang di Tana Bone
Setelah
To-Manurung ri Matajang diangkat
sebagai Arumpone pertama oleh tujuh Matoa-Ulu-Anang,
Arumpone membentuk Ade’pitu’E sebagai
pemangku Adat yang terdiri dari tujuh Matoa-Ulu-Anang
tersebut.
Adapun
tugas dan fungsi setiap Ade’pitu’e di
Kerajaan Bone, sebaga berikutt:
1.
Arung Ujung, Bertugas
Mengepalai Urusan Penerangan Kerajaan Bone
2.
Arung Ponceng,
Bertugas Mengepalai Urusan Kepolisian/Kejaksaan dan Pemerintahan.
3.
Arung Ta’, Bertugas
Bertugas Mengepalai Urusan Pendidikan dan Urusan Perkara Sipil.
4.
Arung Tibojong,
Bertugas Mengepalai Urusan Perkara / Pengadilan Landschap/ Hadat Besar dan
Mengawasi Urusan Perkara Pengadilan Distrik. Distrik sejenis kecamatan
sekarang.
5.
Arung Tanete ri Attang,
Bertugas Mengepalai bidang keuangan, Memegang Kas Kerajaan, Mengatur Pajak dan
Mengawasi Keuangan.
6.
Arung Tanete ri Awang,
Bertugas Mengepalai Pekerjaan Negeri Pajak Jalan, dan Pengawas Opzichter.
7.
Arung Macege, Bertugas
Mengepalai Pemerintahan Umum dan Perekonomian.(Bone.go.id)
Dengan adanya Ade’pitu’e diharapkan semangat kerja untuk mencapai ketertiban dan
kesejahteran. Menurut Mattulada kerukunan, ketertiban, dan kesejahteraan
sebagai tujuan dalam kepemimpina To-Manurung, ditunjang oleh adanya
aturan-aturan yang ditaati bersama, antara lain:
1. Mappolo-leteng, artinya mematahkan
titian. Inilah yang mengatur segala rasa mengenai pemilikan, pewarisan dan
penggantian.
2. Rapang-bicara,
maksudnya lembaga atau kegiatan peradilan sesuai dengan rasa keadilan dalam
masyarakat yang dipelihara berupa nilai-nilai dari ketentuan-ketentuan masa
lalu. (rapang)
3. Ade’,
ialah sikap dan perilaku yang mengacu kepada ketaatan, kepatutan, dan
kesetiaan semua pihak kepada tujuan persekutuan Kawerrang, menuju kerukunan, ketertiban, dan kesejahteraan. Ade’ itulah menjadi asas kehidupan yang
dipelihara dan ditaati bersama, dan disebut pula sebagai Siri’ Wanua, atau martabat Negeri.
Arumpone pertama juga
menetapkan bendera, lambing persekutuan Kawerrang
Tana Bone yang dinamakan Woromporonnge (Kerumunan
bintang-bintang). Bendera berdasar warna biru, dengan kerumunan bintang-bintang
berwarna keputih-putihan. Arumpone pertama melaksanakan kawerrang Tana Bone, selama kurang lebih tiga puluh tahun
(Mattulada,1998).
Dalam
perluasan kekuasaan yang dilakukan Arumpone pertama dengan cara menjalin
silaturahmi, seperti menaklukkan Wanua
Palakka, Arumpone mengawinkan
puterinya We PattanraWanua dengan La Patikkeng Arung Palakka yang nantinya
laki-lakinya akan menjadi mewarisi tahta
Tana Bone setelah La Ummasa. Menurut Mattulada, ini membuka peluang pengembangan
Tana Bone menjadi satu Negara Kesatuan yang berpusat pada tokoh Arumpone yang
bergelar Mangkau’ (Berdaulat).
Setelah
30 tahun lebih Arumpone pertama memerintah, Arumpone pun berwasiat kepada
seluruh rakyat Bone, Bahwa ia akan
menyerahkan kewajiban ikrar Ulu-Ada bagi
rakyat Bone kepada puteranya La Ummase To-Lawa’. Setelah Arumpone pertama menyatakan hal
tersebut, tiba-tiba meledaklah petir dan kilat sambung-menyambung. Pada saat
itu, Arumpone bersama permaisurinya mairat (Melayat).
Sumber:Mattulada.1998. Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan Sulawesi Selatan. Hasanuddin University Press
Comments
Post a Comment