Masuknya
Islam di Kerajaan Wajo
Tidak
lama setelah jatuhnya kerajaan Soppeng, kurang lebih sebulan stelah itu,
kerajaan Gowa melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Wajo. Dalam peperangan
ini, Kerajaan Gowa dengan mudah menaklukkan Kerajaan Wajo. Kondisi ini
berlangsung cepat karena kerajaan Gowa dalam ekspansinya terhadap Kerajaan Wajo
mendapatkan bantuan dari Kerajaan Limae Ajatappareng dan Kerajaan Soppeng yang
telah memeluk agama Islam.
Dalam
Peperangan ini, pihak Wajo harus mengakui keunggulan pihak Gowa, dan mengirim
Arung Matoa Wajo untuk menemui pimpinan pasukan Gowa untuk meminta genjatan
senjata. Permintaan genjatan senjata yang diajukan oleh Kerajaan Wajo pun
diterima baik oleh Kerajaan Gowa dalam waktu lima malam saja. Arung Matoa Wajo
kembali mengirim utusannya untuk menemui raja Gowa. Mungin karena syarat-syarat
lunak yang diajukan oleh Karaeng Matoaya setelah beberapa kali kalah, orang
Wajo pun akhirnya mengajukan perdamaian. Dan akhirnya pada tahun 1610, Kerajaan
Wajo menerima Islam.
Begitu
berarti kemenangan Gowa ini, sehingga kekalahan yang dialami oleh pihak lawan
tidak lagi memberikan kemungkinan Kerajaan-Kerajaan Bugis yang beraliansi dalam
Tellumpoccoe yakni, Kerajaan Bone, Kerajaan Soppeng, dan Kerajaan Wajo tak
dapat lagi bersatu dalam waktu singkat, dengan memberikan pintu yang sangat
terbuka dalam melakukan penyebaran agama Islam di Tana Bugis. Dan kembali lagi
Raja Wajo mengirim utusannya untuk menemui raja Gowa Sultan Alauddin yang saat
itu berada di Cenrana, Bone. Kurir itu menyampaikan pesan bahwa Kerajaan Wajo
sudah bersedia menerima agama Islam, dengan permintaan supaya tidak ditaklukkan
negerinya, tidak dirampas barangnya dan tidak diberhentikan dari jabatannya
sebagai raja.
Permintaan
Arung Matoa Wajo diterima oleh raja Gowa, lalu pergi ke Wajo memenuhi undangan
Arung Wajo La Sangkuru Patau bersama dengan rakyatnya di Topacceddo. Di sinilah
Arung Matoa Wajo La Sungkuru Patau bersama rakyatnya meneriam agama Islam yang
bertepatan pada hari Selasa tanggal 15 Syawal 1020 Hijriah atau tanggal 6 Mei
1610 dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Setelah
Arung Matoa Wajo La Sangkuru Patau (1607-1610) meneriam agama Islam, maka raja
Gowa mengirim ulama Khatib Sulung Dato Sulaiman untuk mengajarkan agama Islam
kepada orang-orang Wajo. Dato Sulaiman dalam kegiatan dakwahnya di Tana Wajo,
mengajarkan kepada masyarakat Wajo tentang larangan-larangan dan kewajiban yang
ada dalam agama Islam seperti, menekankan larangan terhadap kebiasaan
masyarakat Bugis yakni, memakan yang haram (babi), meminum tuak, berjudi terutam
sabuk ayam, berzina, memakan makanan yang riba, dan membakar mayat. Dan dalam
pendakwaan di Tana Wajo mereka membebaskan budak-budaknya yang bersama-sama
memeluk agama Islam. Diajarkannya tentang sifat-sifat Allah, tentang kiamat,
tentang neraka dan surga, dan yang terutama sekali tentang ibadah dan sholat.
Arung
Matoa Wajo La Sangkuru patau adalah raja Wajo yang pertama menerimamagama Islam
dalam tahun 1610. Hanya kira-kira 3 tahunlamanya beliau duduk di atas singgasan
Kerajaan Wajo maka beliau wafat. Beliau merupakan Raja Wajo yang pertama di
kuburkan jenazahnya karena telah beragama Islam, sedangkan jenazah raja wajo
sebelumnya dibakar dan abunya disimpan dalam balubu dan kemudian
ditanam(Patunru, Abd Razak Daeng.1983. Sejarah Wajo. Hlm.52).
Sumber:
Mappangara, Supriadi, Abbas, Irwan. 2003. Sejarah Islam di Sulawesi Selatan.
Biro KAPP Setda SulSel bekerja sama Lamacca Press.
Comments
Post a Comment