Penyebaran Agama Islam di Negeri Tellumpoccoe (Soppeng)




Penyebaran Agama Islam di Negeri Tellumpoccoe (Soppeng)


Ketika kaum bangsawan Makassar telah masuk Islam semuanya, maka tiga tahun kedepannya kerajaan melirik perhatiannya pada Kerajaan-kerajaan Bugis. Yang akhirnya Mangkubumi Gowa Karaeng Matoaya meninggalkan kebijakan damai yang telah terjalin dengan bangsa Bugis karena keyakinanya pada manfaat lebih besar dalam penyebaran Islam di tanah Sulawesi Selatan. Pada mulanya menuntut Soppeng dan Bone untuk menerima Islam demi persehabatan yang abadi dengan Gowa. Ketika mereka menolak, Matoaya pun menyiapkan pasukan kerajaan Gowa untuk melakukan penyerangan yang dikenal dengan “Musu’ Selleng” atau “Perang Islam”.
Dalam upayanya dalam penyebaran Agama Islam, Sultan Alauddin mengirm utusan di setiap Kerajaan-Kerajaan Bugis yang ada dalam pedalaman untuk mengajaknya menerima agama Islam. Tapi, ajakan ini nampaknya tidak diterima oleh Kerajaan Bone, Soppeng, dan Wajo yang tergabung dalam persekutuan Tellupoccoe. Karena ajakan ini dilihat sebagai usaha Kerajaan Gowa dalam perluasan kekuasaannya dengan membonceng agam Islam sebagai legitimasi ajakan itu.
Akhirnya Gowa melancarkan sejumlah perang untuk memaksa beberapa Kerajaan Sulawesi Selatan agar menerima Islam. Berturt-turut di-Islamkan, seperti yang ditegaskan oleh Samuel Denis dalam surat kepada Dewan XVII tahun 1612 bahwa “raja Gowa dengan paksa telah menundukkan orang-orang Bugis dan kini mereka manjadi Moor(Muslim)”, Soppeng (1609), Wajo (1610), dan Bone (1611).

 Masuknya Islam di Kerajaan Soppeng

Penolakan Kerajaan Soppeng terhadap ajakan Kerajaan Gowa untuk menerima Islam berakibat fatal. Menurut sumber Bugis, serangan Makassar pertama diarahkan kepada Soppeng melalui Sawitto pada tahun 1608. Serangan ini dapat dihalangi oleh pasukan Soppeng dengan bantuan dari sekutunya, Wajo dan Bone.

Akhirnya  tiga bulan kemudian, serangan kedua siap digencarkan kemabali oleh Kerajaan Gowa dengan persiapan perang yang lebih mantap. Penyerangan ini dibantu oleh pasukan dari kerajaan Luwu sebagai Kerajaan pertama yang menerima agama Islam. Pasukan Gowa pun mendarat di daerah Akkotengeng sekitar Maroanging. Selama tiga hari di daerah ini, orang-orang Akkotengeng beralih mendukung Kerajaan Gowa, terutama orang Sakkuli. Melihat keadaan ini Raja Wajo ( Arung Matoa Wajo) La Sangkuru Patau mengirim utusan untuk menemui orang-orang Akkatonegeng dan Sakkuli yang berpihak dengan Kerajaan Gowa. Yang mengingatkan perjanjian mereka yang telah dibangun sebelumnya. Tapi, indahan tersebut tidak dipubriks oleh orang-orang Akkotengeng dan Sakkuli. Akhirnya, federasi Tellumpoccoe malakukan penyerangan terhadap kubu-kubu pertahanan Kerajaan Gowa, yang berkibatkan daerah Sakkuli dibumihanguskan sehingga pasukan Kerajaan Gowa yang berada di daerah ini terpaksa mundur.

Sementara serangan ketiga yang diluncurkan oleh Kerajaan Gowa membuahkan hasil yang mengakibatkan Kerajaan Soppeng mengalami kekalahan di daerah Pare-Pare. Walaupun pasukan persekutuan Tellumpoccoe melakukan perlawanan namun, dipukul mundur oleh pasukan Gowa.

Akhirnya Kerajaan kecil yang berada di pedalaman menerima agama Islam seperti, Rappang, Bulu Cenrara, dan Maiwa. Bahkan di aderah Rappang, Gowa berhasil mendirikan benteng pertahanan. Melihat hal tersebut, Kerajaan Gowa semakin bisa melebar pengaruhnya di Sulawesi Selatan.
Setelah Kerajaan Rappang jatuh, maka terbuka lebarlah kesempatan Gowa memperluas pengaruhnya dalam penyebaran agama Islam. Penaklukan Soppeng terjadi setelah antara keduanya melakukan peperangan selama satu bulan lebih di daerah Tanete yang berkhir dengan kekalahn pihak Soppeng. 

Akhirnya, menurut Mattulada “peristiwa pengislaman Kerajaan Soppeng terjadi dalam masa pemerintahan raja Soppeng ke-14 kira-kira pada tahun 1609”. Dalam Lontara bilang Gowa dan Tallo (naskah Makassar) disebutkan bahwa “Namantama Islam Tu Soppeng, Bundu ri Pakenya” (orang-orang Soppeng memeluk Islam, setelah peperangan di Pakenya).

Sumber: Mappangara, Supriadi, Abbas, Irwan. 2003. Sejarah Islam di Sulawesi Selatan. Biro KAPP Setda SulSel bekerja sama Lamacca Press.

Comments