Awal Kedatangan Islam di Sulawesi Selatan


Awal Kedatangan Islam di Sulawesi Selatan
Masjid Tua Katangka Gowa.
Peninggalan Kerajaan Gowa sebagai Kerajaan di Sulawesi Selatan yang memeluk Agama Islam

Proses Masuknya Islam Di Sulawesi Selatan
Kerajaan yang mula-mula menerima Islam dan menjadikan sebagai agama resmi Kerajaan, adalah Kerajaan Gowa-Tallo, Raja yang memeluk agama Islam pada waktu itu ialah Raja Tallo yang juga menjabat Mangkubumi Kerajaan Gowa. Baginda bernama I Mallingkaang Daeng Mannyori, dan diberi nama Sultan Abddullah Awalul Islam. Beberapa waktu kemudian, Raja Gowa yang bernama I Manngaranngi Daeng Manrabbia menerima juga peng-Islam-an dan Baginda pun diberi nama Sultan Alauddin. Baginda adalah raja Gowa ke-14 dan pertama memeluk agama Islam.
Ada beberapa versi dalam cerita Rakyat di Makassar mengenai peng-Islam-an Raja Gowa dan Tallo’, di samping catatan-catatan ringkas yang terdapat dalam lontara’-bilang dan lontara’ patturioloanga ri tu Gowaya.

1)   Menurut lontara’ patturioloanga ri tu-Gowa-ya (Wolhoff, 1964,hl.56-57), Raja Gowa dan Tallo di-Islam-kan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, oleh seorang Minangkabau berasal dari Kota Wanga (Tengah ), Khatib Tunggal yang kemudian di gelar Dato’ri Bandang, setelah ia bediam di ujung kampong Pamatoang.
2) Menurut cerita Rakyat Makassar (Noorduyn,1964,hl.90), seorang ulama dari Minangkabau Tengah, Sumatera Barat, bernama Abdul Makmur, Khatib tunggal. Tiba di pelabuhan Tallo’ (Makassar) dalam tahun 1605, dengan menumpang sebuah perahu. Setibanya di pantai, ia melakukan shalat yang mengherangkan rakyat. Ia menyatakan keinginannya untuk menghadap Raja. Raja Tallo’ yang mendengar berita itu, bergegas ke pantai untuk menemui orang yang berbuat aneh.
    Di tengah perjalanan ke pantai, di pintu gerbang halaman istana Tallo’, baginda bertemu dengan seorang tua yang menanyakan tentang tujuan perjalanan baginda. Orang tua itu menulis sesuatu di atas kuku ibu-jari Raja Tallo’, dan mengirim salam kepada orang ajaib yang ada di pantai. Waktu Khatib Tunggal di beritahu tentang pertemuan Raja dengan orangtua itu, ia melihat bahwa yang tertulis di atas kuku ibu-jari Raja Tallo’ itu ialah surat Al-Fatihah. Khatib Tunggal menyatakan bahwa orangtua itu yang menjumpai baginda adalah penjelmaan Nabi Muhammad SAW sendiri.
     Segera setelah pertemuan Raja Tallo’ dengan Khatib Tunggal, maka Baginda pun memeluk agama Islam dan menyebarkannya ke semua orang Makassar, Khatib Tunggal-lah yang memegang peranan dalam mengajarkan agama Islam itu. Sampai sekarang apa yang dianggap tempat pertemuan Raja Tallo’dan penjelmaan Nabi Muhammad masih ada dan dijadikan tempat keramat yang diziarahi. Begitu juga kuburan Khatib Tunggal atau Dato’ ri bandang salam kota Makassar masih terpelihara dengan baik.
3) Menurut cerita rakyat versi lain, yang diceritakan oleh mereka yang mempunyai cara interpertasi lain terhadap cerita Rakyat.
        Bahwa tokoh Abdul Makmur Khatib Tnggal memang pernah ada, dan menjadi guru agama dalam istana Gowa-Tallo. Ia adalah seorang diantara tiga ulama yang didatangkan oleh kerajaan Makassar, untuk menjalankan da’wah Islamiah di negeri ini. Ketiga mereka itu, ialah: 1. Khatib Tunggal atau Dato’ ri Bandang, 2. Khatib Sulung atau Datu’ ri Pattimang, 3. Khatib Bungsu atau Dato’ ri Tiro. Ketika Raja Tallo’ menyongsong kedatangan Khatib Tunggal di pintu gerbang istana Tallo’ (tempat yang dikeramatkan orang sampai sekarang), Raja Tallo’ mengucapkan salam, sebagai lazimnya orang Islam mengucapkan salam Assalamu' Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, demikian salam yang diucapkan oleh Raja Tallo, ketika bersua dengan Khatib Tunggal, bahwa ajaran Muhammad Rasulullah SAW. “sudah menjelma di negeri ini (Makassara’ mi kenabianna Muhamma’ SAW)jadi samasekali tidak ada hubungannya dengan nama negeri ini (Makassar). Karena nama Makassar, sudah disebut dalam naskah kuno Jawa Kuno dalam abad ke-13.
        Ini menunjukkan bahwa agama Islam sudah ada di Sulawesi Selatan dan dianut oleh perorangan yang telah mempelajarinya, sebelum agama ini resmi sebagai agama Kerajaan Makassar, pada tanggal 9 November 1607.

        Seruan peng-Islam-an di wilayah Sulawesi Selatan ada dua cara penyebaran, yaitu berupa cara damai dan keras (politik dan mliter).
·         dalam penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Kerajaan Gowa di wilayah Sulawesi Selatan diterima dengan baik oleh Tana Luwu, yang ternyata Tana Luwu lebih dahulu menerima pengaruh ajaran Islam yaitu dalam tahun 1603. Datu pertama yang pertama memeluk Islam ialah La Patiware’ Daeng Parabbung, pada tanggal 15 Ramadhan 1013 H (1603M). Baginda diberi nama Sultan Muhammad Mudharuddin. Bagindalah yang menganjurkan kepada ketiga orang ulama yang datang ke Sullwesi Selatan (Khatib Tunggal atau Datu’ ri Bandang, Datu Timang, dan Datu’ Tiro), untuk ke Butta Gowa meminta kesediaan Raja Gowa-Tallo menjadi peyebar Islam di Sulawesi Selatan.
·         Walaupun dalam penyebaran agama Islam diterima beberapa kerajaan di Sulawesi Selatan dengan damai, akan tetapi kerajaan Bugis yang Kuat, seperti Tana Bone, Wajo, dan Soppeng, menolak ajakan Butta Gowa itu dengan keras karena menduga bahwa Butta Gowa hanya menjadikan persoalan Islam sebagai ulah, untuk meneruskan ekspansinya menguasai negeri-negeri lain, seperti yang terjadi pada akhir abad XVI.
Karena sikap keras negeri Tellu-Bocco  itu, maka Butta Gowa memaklumkan perang terhadap mereka. Empat kali Gowa mengirim pasukan ke Tana Bugis.
Pertama kalinya pada tahun 1608. Pasukan perang Gowa dikalahkan oleh laskar Tana-Bugis. Akan tetapi pada tahu-tahun berikutnya, kerajaan-kerajaan Bugis itu ditaklukkan satu demi satu. Tersebarlah Islam ditana-Bugis:Sidenreng dan Soppeng dalam tahun 1609, Wajo dalam tahun 1610, dan terakhir Tana Bone 1611.

Masyarakat Sulawesi Selatan dapat menerima Islam
Menurut Prof.Dr. Ahmad M. Sewang dalam islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI-XVII, Sultan Alaudin kemudian mengeluarkan dekrit pada 9 November 1607di hadapan Jemaah shalat Jumat bahwa kerajaan Gowa sebagai kerajaan islam dan pusat Islamisasi di Sulawesi Selatan.
Pada periode pertama perkembangan islam di Sulawesi Selatan proses islamisasi ditandai dengan konversi keislaman para penguasa atau raja di daerah pesisir atau kota pelabuhan. Kemudian disusul peran mereka sebagai pelindung dalam pengemabangan pusat penyiaran islam di wilayahnya masing-masing. Demikian juga akselerasi proses permulaan islamisasi di Sulawesi Selatan sangat ditunjang dengan system pendekatan dan metode dakwah islam.
Abu Hamid (1982: 75-77), seorang antropolog dari Unhas, mengungkapkan bahwa ada tiga pola pendekatan keislaman yang dilakukan oleh ulama dalam proses islamisasi di Sulawesi selatan. 
Pertama, penekanan pada aspek syariat yang dilakukan untuk masyarakat yang kuat berjudi dan minum ballo’ (arak), mencuri atau perbuatan terlarang lainnya. Pendekatan seperti ini dilakukan oleh Datuk Ri Bandang di daerah Gowa. 
Kedua, pendekatan yang dilakukan pada masyarakat yang secara teguh berpegang pada kepercayaan Dewata Sauwwae’ dengan mitologi La Galigonya, ialah dengan menekankan pada aspek akidah (tauhid) mengesakan Tuhan Yang Maha Esa. 
Ketiga, penekanan pada aspek tasawuf dilakukan bagi masyarakat yang kuar berpegang pada kebatinandan ilmu sihir (black magic). Usaha seperti ini ditempuh oleh Datuk ri Tiro di daerah Bulukumba.
Fakta kesejarahan lainnya ialah bahwa Islam yang berkembang di Sulawesi Selatan adalah islam yang berkaitan erat dengan adat. Hal ini dapat diketahui dari latar sejarah lainnya dimana islam diterima karena para ulama mengajarkan islam kepada masyarakat cenderung bersikap akomodatif dan toleran. Dengan pendekatan ini, islam yang egaliter,toleran, dan terbuka terhadap akulturasi budaya setempatyang berciri lokalitas Sulawesi Selatan, dan bukan islam militant dan radikal melainkan islam yang akomodatif.

Sumber:
            http://www.wikipedia.com
         Mattulada, Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Hasanuddin University, 1998.


Comments