Religi Pra Islam di Tana Sulawesi Selatan

Religi Masyarakat Sulawesi Selatan

sebelum masuknya agama samawi yaitu Islam dan Kristen ke Sulawesi Selatan, penduduknya telah menganut kepercayaan asli, yakni suatu paham paham dogmatis yang terjalin dengan adat-istiadat hidup dari berbagai macam suku bangsa, terutama pada suku bangsa yang masih terbelakang. pokok kepercayaannya merupakan apa saja adat/kebiasaan hidup yang mereka peroleh dari warisan nenek moyangnya. kepercayaan asli tersebut umumnya bersifat Animisme dan  Dinamisme.
kepercayaan Animisme adalah kepercayaan yang menyembah kepada roh-roh nenek moyang yang mereka anggap masih bersemayam di batu besar, pohon yang rindang daunnya dan tempat-tempat yang dianggap keramat. sedangkan kepercayaan Dinamisme merupakan kepercayaan yang menyembah kepada kekuatan alam atau benda-benda seperti matahari, bulan, gung, batu, dan keris. berbicara tentang kepercayaan Animisme dan Dinamisme  pada msyarakat pra-Islam ketika itu, suatu kenyataan adanya pemujaan pohon yang dikeramatkan, gunung yang dianggap sakti, begitu pula dengan sungai, laut, danau, bahkan matahari, bulan, dan binatang. keercayaan pada kekuatan benda-benda tersebut dapat dijadikan sebagai penangkal datangnya bahaya atau fungsi sebagai alat untuk memperoleh kekebalan.
warisan inilah yang dianggap oleh mereka sebagai agama dan kepercayaan yang benar dan dikenal dengan berbagai nama seperti, Toani Tolotang, Patuntung, dan Aluk Todolo.

A. kepercayaan Toani Tolotang

kepercayaan Toani Tolotang juga mempercayai adanya dewa-dewa di samping dewa utama (Dewata Sauwae). adapun nama-nama dewa itu sesuai dengan wilayah kekuasaannya yaitu:

1. Dewata Langie yaitu suatu dewa yang menghuni langit. Dewa ini diharapkan mendatangkan hujan yang sekaligus membawa kemakmuran. disamping itu Dewata Langie juga  dapat membawa kerusakan pada umat manusia dengan jalan menurunkan petir atau mendatangkan kemarau panjang. dalam persembahan sajian (sesajen), manusia hrus menyediakan empat warna makan yang ditempatkan pada sebuah tempat khusus yang diletakkan dibagian atas (loteng) rumah

2. Dewata Mallinoe yaitu dewa yang banyak menempati tempat-tempat tertentu seperti, di belokan jalanan, pohon besar dan tempat-tempat keramat. manusia sering memberikan sesajian dengan meletakkan dan menggantung beberapa macam buah-buahan, makanan, lauk pauk, dan binatang sebagai persembahan agar tidak mengganggu ketentraman manusia.

3. Dewata Sauwae yakni dewa air yang bertempat di lautan, sungai, dan danau. untuk memberikan sesajen kepada dewa air ini, penduduk sering membuat sebuah miniatur yang didalamnya berisi daun-daun , makanan dan beras warna-warni kemudian dilabuhkan di laut, sungai atau pun di danau.

B. Kepercayaan Patuntung

berbeda dengan kepercayaan di atas, kepercayaan Patuntung rupanya dapat dianggap sebagai sinkritisme atara kepercayaan sasli dengan agama samawi. dikatakan sinkritisme karena selain memiliki beberapa persyaratan yang biasanya harus dimiliki suatu agama langit yaitu mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta, memercayai adanya kenabian, kitab suci, dan hari pembalasan, juga msaih memercayai adanya kekuatan-kekuatan sperti kepercayaan animisme dan dinamisme.
Patuntung memercayai adanya tiga dewa, yaitu:
1. Karaeng ampatama sebagai pencipta alam yang tinggal di langit
2.karaeng kannuang kammaya sebagai pemelihara alam yang tinggal di tompo tika, yaitu puncak gunung Bawakaraeng,
3.karaeng patanna lino sebagai pembantu karaeng kannuang kammaya, khusus memelihara manusia di bumi yang disebut juga pattakok.

 selain itu Patuntung memercayai Puang Loheta (tuhan yang banyak) yang terdapat pada setiap keluarga, di rumah-rumah, dan kerajaan-kerajaan.

nabi bagi kepercayaan Patuntung adalah amma'towa yaitu seorang pemimpin pertama dalam kepercayaan itu, yang dengan kepandaiannya pula dapat menciptakan kitab suci. kitab suci yang mereka namakan patuntung  (pedoman/tuntunan) itu merupakan pedoman bagi setiap pengikutnya dalam menjalankan kaidah-kaidah kerohanian, selain ajaran kaidah kerohanian, kitab ini juga berisi mantera-mantera yang dapat dipergunakan untuk pengobatan, berbagai macam aturan berpakaian, mandi dan pernikahan.

apabila kitab ini diarak-arak di suatu tempat, ini menandakan tempat itu telah terjadi malapetaka yang luar biasa seperti adanya wabah penyakit menular yang hanya bisa ditanggulangi oleh kesaktian kitab Patuntung. setiap pemeluk Patuntung harus menerima azimat (jimat) yang berfungsi sebagai penolak bala dan penjaga keselamatannya.
patuntung mempunyai konsp tentang alam yang terdiri dari tiga benua, yakni benua atas yang disebut Botinglangi , benua tengah yang disebut Lino,  didiami oleh manusia, dan benua bawah yang disebut Paratiwi, yang dianggap berada dibawah air. tiap-tiap benua mempunyai penghuni masing-masing yang satu sama lain yang saling berkaitan yang dapat berakibat pada manusia.

C. kepercayaan Aluk Todolo'

bila kita teliti arti harfiah dari istilah itu, maka aluk berarti pegangan hidup, adat atau upacara religi dan todol' berarti leluhur atau orang dulu, sehingga dapat ditarik pengertiannya bahwa Aluk Todolo' merupakan kepercayaan  sebagai pegangan hidup yang berasal dari leluhur. Aluk Todolo adalah kepercayaan animisme tua. Aluk Todolo  adalah satu kepercayaan atau keyakinan dengan falsafah dan kepercayaannya disebut aluk tallu oto'na, artinya mempunyai dasar 3 prinsip dengan masing-masing:
1. percaya dan memuja kepada Puang Matua, sebagai Sang Pencipta semesta alam

2. percaya dan memuja kepada Deata-Deata (Dewa), yaitu sebagai Sang pemelihara alam semesta ciptaan Puang Matoa.
Deata-deata tersebut masih terbagi atas tiga golongan:
a. Deata Tangngana Langi', yaitu dewa penguasa langit (benua atas).
b. Deata Tangngana Padang atau kapangnganna, yaitu dewa penguasa diatas permukaan bumi (benua tengah).
c. Deata to Kengkok, yaitu dewa penguasa isi perut bumi (benua bawah).

3. percaya dan memuja kepada To Membali Puang yang disebut juga Todolo', yaitu arwah leluhur yang berugas memperhatiakn dan memberi berkah kepada manusia dan keturunanya.

tiga unsur kepercayaan ini tidaklah bersamaan dan dengan cara yang tidak sama pula. yang ditentukan dengan korban persembahan karena disesuaikan denagn tingkatan dan kedudukan masin-masing. pemujaan dan persembahan dilakukan dengan memberikan sajian berupa korban kerbau, babi, dan ayam, oleh karena perbedaan tingkatan dari tiga bentuk prinsip kepercayaan tersebut, maka tempat upacara persembahan pun juga berbedah.

sumber: Mappangara, Suriadi, Abbas, Irwan. 2003.Sejarah Islam di Sulawesi Selatan. Biro KAPP Setda Provinsi Sulawesi Selatan bersama Lamacca Press.

Comments